KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah SWT. Berkat bimbingan serta petunjuk-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Adapun judul makalah ini adalah “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Periode Awal Klasik”. Kami menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Pembimbing dalam mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.
Meskipun pembuatan makalah ini telah selesai, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami masih mengharapkan bimbingan dari Dosen Pembimbing, serta kritik dan saran dari teman – teman sekalian.
Padangsidimpuan, April 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 3
BAB II
Pembahasan
A. Zayd Bin Ali ( 80-120H/699-738M) 4
B. Abu Hanifa ( 80-150H/699-767M ) 5
C. Abu Yusuf (113-182H/731-798M) 6
D. Muhammad Bin Hasan Asy Sayibani (132-183H/750-804M) 9
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan 14
B. Kritik dan Saran 14
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Islam, prinsip utama dalam kehidupan umat manusia adalah Allah swt merupakan Zat Yang Maha Esa. Begitu juga dengan kegiatan perekonomian suatu Negara haruslah berdasarkan syari’at yang sudah ditentukan dalam agama islam.
Kontribusi kaum muslimin yang sangat besar terhadap kelangsungan dan perkembangan pemikiran ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya, telah diabaikan oleh para ilmuwan Barat. Dalam kesempatan pembuatan makalah ini kami akan membahas tentang sejarah pemikiran ekonomi Zaid bin Ali, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan as-Syaibani.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dan apa pemikiran ekonomi Zaid bin Ali ?
2. Bagaimana dan apa pemikiran ekonomi Abu Hanifah ?
3. Bagaimana dan apa pemikiran ekonomi Abu Yusuf ?
4. Bagaimana dan apa pemikiran ekonomi Asy Syaibani ?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami pemikiran ekonomi Zaid bin Ali
2. Mengetahui dan memahami pemikiran ekonomi Abu Hanifah
3. Mengetahui dan memahami pemikiran ekonomi Abu Yusuf
4. Mengetahui dan memahami pemikiran ekonomi Asy Syaibani
BAB II
PEMBAHASAN
A. Zayd Bin Ali ( 80-120H/699-738M)
Cucu Imam Husain ini adalah salah satu ahli fiqh yang paling terkenal di madinah, tempat ahli fiqh terkemuka seperti Abu Hanifa mendapat penghargaan tinggi. Beberapa pandangan dan pengetahuaannya tentang isu-isu ekonomi dipaparkan oleh Abu Zahra. Zaid membolehkan penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai. Abu Zahra membahas alasan pembolehan tersebut secara rasional. Pandangannya yang berhubungan dengan isu tersebut dianggap sangat berharga.
Mereka yang tidak membolehkan harga yang ditangguhkan pembayarannya lebih dari pembayaran secara tunai, berargumen bahwa perbedaan tersebut adalah riba sebagaimana halnya penambahan pembayaran dalam penundaan pengembalian pinjaman. Setiap penambahan terhadap penundaan pembayaran adalah riba. Tidak ada perbedaan antara mengucapkan
“ Engkau membayarnya sekarang atau membayar lebih sebagai pengganti penundaan.Menjual pada tingkat harga yang lebih tinggi daripada tunai karena penundaan pembayaran adalah sama itu adalah riba”
Prinsipnya jenis tranksaksi barang atau jasa yang halal kalau didasarkan atas suka sama suka diperbolehkan. Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nisaa’ ayat 29 yang artinya
“ Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu” (Q.S an-Nisaa’ : 29)
Abu Zahra lebih jauh menyelidiki bahwa mereka yang mengizinkan suatu harga yang lebih tinggi dalam kasus penjualan dengan kredit beralasan bahwa hal tersebut tidak dapat membuktikan kelebihan harga terhadap waktu. Seseorang menjual dengan cara kredit pada harga yang lebih rendah dari harga belinya, dalam usaha untuk menghabiskan persediaannya dan mendapatkan cash karena diperkirakan harga pasar akan jatuh (turun) di masa depan.
Hal yang terpenting dari permasalahan ini adalah bahwa dalam syari’ah setiap kontrak baik buruknya ditentukan oleh kontrak itu sendiri, tidak dihubungkan dengan kontrak lain. Kontrak jual beli yang pembayarannya ditangguhkan adalah suatu kontrak tersendiri dan memiliki hak sendiri untuk diperiksa apakah adil atau tidak, tanpa dihubungkan dengan kontrak lain. Pemeriksaan yang demikian akan membuktikan kontrak tersebut benar atau tidak. Adalah fakta bahwa dalam suatu kontrak yang terpisah harga yang dibayar tunai menjadi lebih rendah. Hal itu tidak mempengaruhi keabsahan kontrak yang disebutkan diatas, karena itu adalah dua kontrak yang independen berbeda satu sama lain.
B. Abu hanifa ( 80-150H/699-767M )
Abu Hanifa Al- Nu’man Ibn Sabit Bin Zauti, ahli hukum agama islam di lahirkan di Kufa pada 669 M semasa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Abu Hanifa lebih di kenal sebagai Imam Madzhab hukum yang sangat rasionalistis dan di kenal sebagai penjahit pakaian atau taylor dan pedagang dari Kufah, Iraq. Ia seorang non- Arab keturunan Persia. Kakeknya Zauti mengenalkan Sabit kepada Sayyidina Ali. Abu Hanifa mengalami pemerintahan sepuluh Khalifah Umayyah, termasuk Umar bin Abdul Aziz yang bertahta ketika Abu Hanifa baru berusia 18 tahun. Abu Hanifa juga melihat dua Khalifah Abbasiyah, Saffah dan Mansur. Kesibukan Abu Hanifa terutama pada kegiatan perdagangan, ia terkenal sangat jujur.
Abu Hanifa meninggal pada tahun 150 H, tahun di masa Imam Syafi’i lahir. Beliau di makamkan di pemakaman umum khaizaran. Ikut meninggalkan beberapa karya tulis, antara lain al – Makharif fi al – Fiqih, al- musnad , sebuah kitab hadits yang di kumpulkan oleh muridnya.
Pemikiran Abu Hanifa tentang Ekonomi Islam
1. Salam
Konsep salam menurut Abu Hanifa yaitu suatu bentuk transaksi di mana antara pihak penjual dan pembeli sepakat bila barang yang dibeli dikirimkan setelah dibayar secara tunai pada waktu kontrak disepakati.Abu Hanifa mengkritik kontrak tersebut yang cenderung mengarah kepada perselisihan antara yang memesan barang dengan cara membayar terlebih dahulu, dengan orang yang membelikan barang. Beliau mencoba menghilangkan perselisihan ini dengan merinci lebih jauh apa yang harus diketahui dan dinyatakan dengan jelas di dalam kontrak, seperti jenis komoditi, kualitas, waktu, dan tempat pengiriman.Beliau memberikan persyaratan bahwa komoditi tersebut harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan pengiriman.
2. Murabahah
Untuk menghilangkan ambiguitas dan perselisihan dalam masalah bertransaksi beliau memberikan contoh murabahah dalam jual- beli. Murabahah yaitu penjualan dengan suatu persentase penaikan harga yang disepakati terhadap harga pembelian pembayaran yang di angsur. Pengalaman Abu Hanifa di bidang perdagangan menjadikan beliau dapat menentukan mekanisme yang lebih adil dalam transaksi ini dan transaksi sejenis.
3. Muzara’ah
Abu hanifa sangat perhatian pada orang – orang lemah. Abu Hanifa membebaskan kewajiban membayar zakat bagi pemilik harta yang dililit utang. Beliau tidak memperbolehkan pembagian panen ( muzara’ah ) dari penggarap kepada pemilik tanah dalam kasus tanah tidak menghasilkan apapun. Hal ini dilakukan untuk untuk melindungi para penggarap yang umumnya orang lemah.
C. Abu Yusuf (113-182H/731-798M)
Abu Yusuf yang dilahirkan pada tahun 113 H dan wafat pada tahun 182 H, ia pernah tinggal di kufah dan di Baghdad. Nama lengkapnya adalah Ya’qub bin Ibrahim bin Habib al-anshari lahir di kufah pada tahun 113 H. Nasab keturunan beliau masih merupakan keturunan dari kaum anshar (pemeluk islam pertama dan kelompok penolong Nabi SAW di Madinah). Sehingga kata-kata al-Anshari pada namanya merupakan nisbah dari sebutan nasab tersebut.
Ia memiliki minat yang besar terhadap ilmu, hal ini dibuktikannya dengan banyaknya kajian ia pahami. Pendidikannya dimulai dari belajar hadits dari beberapa tokoh.Ia juga ahli dalam bidang fiqh. Berkaitan dengan ini Abu Hanifah membiayai seluruh keperluan pendidikannya, bahkan biaya hidup keluarganya. Meskipun ia sebagai murid Abu hanifah, ia tidak sepenuhnya mengambil pendapat Abu Hanifah.
Abu Yusuf dikenal sebagai Qadi (hakim), bahkan Qadi al-Qudah, hakim agung, sebuah jabatan tertinggi dalam lembaga peradilan pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid.
Pemikiran Abu Yusuf tentang Ekonomi Islam
1. Kebijakan Fiskal
Abu Yusuf dikenal perhatiaannya atas keuangan umum serta perhatiaannya pada peran Negara, pekerjaan umum, dan perkembangan pertanian. Subjek utama Abu Yusuf adalah perpajakan dan tanggungjawab ekonomi dari Negara. Sumbangannya terletak pada pembuktian keunggulan pajak berimbang terhadap system pungutan tetap atas tanah, keduanya ditinjau dari segi pandangan dan keadilan.
2. Keuangan Publik
a. Ghanimah
Ghanimah adalah segala sesuatu yang dikuasai oleh kaum muslim dari harta orang kafir melalui peperangan.
Dikatakan Abu Yusuf bahwa ghaminah merupakan sumber pemasukan Negara. Pemasukan dari ghanimah tetap ada dan menjadi bagian yang penting dalam keuangan publik.Akan tetapi, karena sifatnya yang tidak rutin, maka pos ini dapat digolongkan sebagai pemasukan yang tidak tetap bagi Negara.
b. Zakat
Diantara objek pajak yang menjadi perhatiannya adalah : pertama, zakat pertanian. Jumlah pembayaran zakat pertanian adalah sebesar usyr yaitu 10% dan 5%, tergantung dari jenis tanah dan irigasi. Yang termasuk kategori tanah ‘usryiyah menurut abu yusuf adalah :
1. Lahan yang termasuk jazirah arab, meliputi hijaz, makkah, madinah dan yaman.
2. Tanah tandus / mati yag dihidupkan kembali oleh orang islam.
3. Setiap tanah taklukan yang dibagikan kepada tentara yang ikut berperang, seperti kasus tanah khaibar
4. Tanah yang diberikan kepada orang islam, seperti tanah yang dibagikan melalui institusi iqta kepada orang-orang yang berjasa bagi Negara.
5. Tanah yang dimiliki oleh orang islam dari Negara, seperti tanah sebelumnya dimiliki oleh raja-raja Persia dan keluarganya, atau tanah yang ditinggalkan oleh musuh yang terbunuh atau melahirkan diri dari peperagan.
Objek zakat yang menjadi perhatiannya adalah zakat dari hasil mineral atau barang tambang lainnya.Abu yusuf dan ulama hanafiyah berpendapat bahwa standar zakat untuk barang-barang tersebut, tarifnya seperti ganimah 1/5 atau 20% dari total produksi.
c. Faiy’
Fay’ adalah segala sesuatu yag dikuasai kaum muslimin dari harta orang kafir tanpa peperangan, temasuk harta yang mengikutinya, yaitu kharaj tanah tersebut, jizyah perorangan dan usyr dari perdagangan.
Semua harta fay’ dan harta- harta yang mengikutinya berupa kharaj, jizyah dan usyr merupaka harta yang boleh dimanfaatkan oleh kaum muslimin dan disimpan dalam Bait Al-Mal, semuanya termasuk kategori pajak dan merupakan sumber pendapatan tetap bagi Negara, harta tersebut dapat dibelanjakan untuk memelihara dan mewujudkan kemaslahatan Umat.
3. Jizyah
Jizyah adalah pajak yang harus dibayar oelh penduduk non muslim yang tinggal dan dilindungi dalam sebuah Negara Islam. Rasululloh menetapkan jizyah melalui sahabatnya Muad Bin Jahal ketika diutus ke yaman, sebanyak 1 dinar setiap orang yang sudah baligh.
4. Usyr
Usyr merupakan hak kaum muslim yang diambil dari harta perdagangan ahl jimmah dan penduduk kaum harbi yang melewati perbatasan Negara islam. Usyr dibayar dengan cash atau barang. Abu yusuf, melaporka bahwa abu musa al- as’ari, salah seorang gurbernur, pernah menulis kepada khalifah umar bahwa para pedagang muslim dikenakan bea dengan tarif sepersepuluh di tanah – tanah harbi. Khalifah umar menasehatinya untuk melakuka tiga hal yang sama dengan menarik bea dari mereka seperti yang mereka lakukan kepada pedagang muslim.
Tarif usyr ditetapkan sesuai dengan status pedagang. Jika ia muslim maka ia akan dikenakan zakat pedagang sebesar 2,5% dari total barang yang dibawanya. Sedangkan ahl jimah dikenakan tariff 5%, kafir harbi, dikenakan tariff 10%. Selain itu, kafir harbi dikenakan bea sebanyak kedatangan mereka ke Negara islam dengan barang yang sama tetapi, bagi pedagang muslim dan pedagang ahl jimmah bea hanya dikenakan sekali dalam setahun
Dalam pengumpulan bea, abu yusuf mensyaratkan dua hal yang harus dipertimbangkan. Pertama, barang-barang tersebut haruslah barang-barang yang dimaksudkan untuk diperdagangkan.Kedua, nilai barang yang dibawa tidak kurang dari 200 dirham.
5. Kharaj
Kharaj adalah pajak tanah yang dikuasai oleh kaum Muslim, baik karena peperangan maupun karena pemiliknya mengadakan perjanjian damai dengan pasukan muslim. Mereka tetap menjadi pemilik sah dari tanah-tanahnya tetapi dengan membayar kharaj sejumlah tertentu kepda baitulmal.
D. Muhammad Bin Hasan Asy Sayibani (132-183H/750-804M)
Nama lengkap Al-Syaibani adalah Abu Abdillah Muhammad bin al-Hasan bin Farqad al-Syaibani. Beliau lahir pada tahun 132 H (750M) di kota Wasith, Ibu Kota Iraq pada masa akhir pemerintahan Bani Umawiyyah. Ayahnya berasal dari negeri Syaiban di wilayah jazirah Arab. Di kota Kufah ia belajar fikih, sastra, bahasa dan hadits kepada para ulama setempat, seperti Mus’ar bin Kadam, Sufyuan Tsauri, Umar bin Dzar dan Malik bin Maghul. Pada periode ini pula, Al-Syaibani yang baru berusia 14 tahun berguru kepada Abu Hanifah selama 4 tahun. Setelah itu ia berguru kepada Abu yusuf, salah seorang murid terkemuka dan pengganti Abu Hanifah, hingga keduanya tercatat sebagai penyebar mazhab Hanafi.
Dalam menuntut ilmu, Al-Syaibani tidak hanya berinteraksi dengan para ulama ahl al-ra’yi, tetapi juga ulama ahl al-hadits. Ia layaknya para ulama terdahulu, berkelana ke berbagai tempat, seperti Madinah, Makkah, Syria, Basrah dan Khurasan untuk belajar kepada para ulama besar, seperti Malik bin Anas, Sufyan bin ‘Uyainah dan Auza;i. ia juga pernah bertemu dengan Al-Syafi’I ketika belajar al-Muwatta pada Malik bin Anas. Hal tersebut memberikan nuansa baru dalam pemikiran fiqihnya.
Setelah memperoleh ilmu yang memadai, Al-Syaibani kembali ke Baghdad yang pada saat itu telah berada dalam kekuasaan Daulah Bani Abbasiyah. Di tempat ini ia mempunyai peranan yang penting dalam majelis ulama dan kerap didatangi para penuntut ilmu. Hal tersebut semakin mempermudahnya dalam mengembangkan mazhab Hanafi, apalagi ditunjang kebijakan pemerintah saat itu yang menetapkan mazhab Hanafi sebagai mazhab Negara.
Akibat keluasan ilmunya, Khalifah Harun Al-Rasyid mengangkatnya sebagai hakim di kota Riqqah, Irak. Namun, tugas ini hanya berlangsung singkat karena ia kemudian mengundurkan diri untuk lebih berkonsentrasi pada pengajaran dan penulisan fiqih. Al-Syaibani meninggal dunia pada tahun 189H (804M) di kota al-Ray, dekat Teheran, dalam usia 58 tahun.
Pemikiran Asy Syaibani tentang Ekonomi Islam
Pemikiran ekonomi Al-Syaibani dapat dilihat pada Kitab al-Kasb yaitu sebuah kitab yang lahir sebagai respon beliau terhadap sikap Zuhud yang tumbuh dan berkembang pada abad kedua Hijriyah. Secara keseluruhan, kitab ini mengungkapkan kajian mikro ekonomi yang bekisar pada teori Kasb (pendapatan) dan sumber-sumbernya serta pedoman prilaku produksi dan konsumsi. Kitab ini merupakan kitab pertama di dunia Islam yang membahas permasalahan ini. Dr. al-Janidal menyebut al-Syaibani sebagai salah satu perintis ilmu ekonomi dalam islam.
Hal yang dibahas Al-syaibani antara lain:
1. Al-Kasb (kerja)
Kerja merupakan hal yang paling penting untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Allah telah menjadikan dunia ini dengan berbagai ciptaannya temasuk manusia. Manusia diciptakan sebagai khalifah dan bekerja keras untuk memenuhi kehidupanya. Dan manusia disuruh menyebar untuk mencari karunia Allah. Menurut Al-Syaibani al-Kasb (kerja) yaitu sebagai mencari perolehan harta melaui berbagai cara yang halal. Dalam ilmu ekonomi, aktivitas ini termasuk dalam aktivitas produksi.
Dalam ekonomi islam berbeda dengan aktivitas produksi dalam ekonomi konvensional. Perbedaannya adalah kalau dalam ekonomi islam, tidak semua aktivitas yang menghasilkan barang atua jasa disebut sebagai aktivitas produksi, karena aktivitas produksi sangat erat terkait dengan halal haramnya sesuatu barang atau jasa dan cara memperolehnya. Maksudnya aktivitas menghasilkan barang dan jasa yang halal saja yang dapat disebut sebagai aktivitas produksi. Dalam memproduksi, kita harus mengetahui apa produk yang akan diproduksi, bagaimana cara memproduksi barang tersebut, apa tujuan dari produk yang diproduksikan, dan kepada siapa produk akan dituju. Itu semua harus kita ketahui agar terhindar dari produksi yang dilarang oleh islam.
Produksi barang atau jasa dalam ilmu ekonomi yaitu barang atau jasa yang mempunyai utilitas (nilai guna). Dalam islam, barang dan jasa mempunyai nilai guna jika dan hanya mengandung kemaslahatan. Imam asy-Syatibi mengatakan kemaslahatan hanya dapat dicapai dengan memelihara ilmu unsur pokok kehidupan yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Konsep maslahat merupakan kosep yang objektif terhadap prilaku produsen karena ditentukan oleh tujuan (maqashid) syari’ah yaitu memelihara kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Sedang kosep ekonomi konvensional menganggap bahwa suatu barang dan jasa mempunyai nilai guna selama masih ada orang yang menginginkannya. Maksudnya dalam ekonomi konvensional, nilai guna suatu barang atau jasa ditentukan oleh keinginan (wants) orang per orang dan ini bersifat subyektif tanpa menghiraukan akhirat. Dan tidak tau halal atau haram produk tersebut.
Dalam pandangan islam, aktivitas produksi merupakan bagian dari kewajiban akan ‘Imarul Kaum, yaitu menciptakan kemakmuran semesta untuk semua makhluk. Asy-Syaibani menegaskan kerja merupakan unsur utama produksi mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan karena menunjang pelaksanaan ibadah kepada Allah AWT dan karenanya hukum bekerja adalah wajib. Ada dalil-dalil yang menegaskannya, yaitu:
a. Firman Allah QS. Al-Jumu’ah ayat 10
Artinya: “apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
b. Hadits Rasulullah Saw,
“ Mencari pendapatan adalah wajib bagi setiap muslim.”
c. Amirul Mukminin Umar ibn al-Khattab r. a.
Lebih mengutamakan derajat kerja daripada jihad. Sayyidina Umar menyatakan, dirinya lebih menyukai meninggal pada saat berusaha mencari sebagian karunia Allah Swt di muka bumi daripada terbunuh di medan perang, karena Allah Swt mendahulukan orang-orang yang mencari sebagian karunia-Nya daripada para mujahidin melalui firman-Nya: “Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah….”( QS. Al-Muzammil: 20).
2. Kekayaan dan Kefakiran
Menurut Al Syaibani sekalipun banyak dalil yang menunjukkan keutamaan sifat-sifat kaya, sifat-sifat fakir mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Ia menyatakan bahwa apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan kemudian bergegas pada kebajikan, sehingga mencurahkan perhatian pada urusan akhiratnya, adalah lebih baik bagi mereka.
Sifat-sifat fakir diartikannya sebagai kondisi yang cukup (kifayah), bukan kondisi meminta-minta (kafalah). Di sisi lain, ia berpendapat bahwa sifat-sifat kaya berpotensi membawa pemiliknya hidup dalam kemewahan. Sekalipun begitu, ia tidak menentang gaya hidup yang lebih dari cukup selama kelebihan tersebut hanya digunakan untuk kebaikan.
3. Klasifikasi Usaha-usaha perekonomian
Menurut Al-syaibani, usaha-usaha perekonomian terbagi atas empat macam, yaitu sewa-menyewa, perdagangan, pertanian, dan perindustrian. Sedangkan para ekonom kontemporer membagi menjadi tiga, yaitu pertanian, perindustrian, dan jasa. Menurut para ulama tersebut usaha jasa meliputi usaha perdagangan. Diantara keempat usaha perekonomian tersebut, Al-Syaibani lebih mengutamakan usaha pertanian dari usaha lain. Menurutnya, pertanian memproduksi berbagai kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang dalam melaksakan berbagai kewajibannya. Dalam perekonomian, pertanian merupakan suatu usaha yang mudah untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dari segihukum, Al-Syaibani membagi usaha-usaha perekonomian menjadi dua, yaitu fardu kifayah dan fardu ‘ain. Berbagai usaha perekonomian dihukum fardu kifayah apabila telah ada orang yang mengusahakannya atau menjalankannya, roda perekonomian akan terus berjalan dan jika tidak seorang pun yang menjalankannya, tata roda perekonomian akan hancur berantakan yang berdampak pada semakin banyaknya orang yang hidup dalam kesengsaraan.
Barbagai usaha perekonomian dihukum fardu ‘ain karena usaha-usaha perekonomian itu mutlak dilakukan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan orang-orang yang ditanggunganya. Bila tidak dilakukan usaha-usaha perekonomian, akan menimbulkan kebinasaan bagi dirinya dan tanggungannya.
4. Kebutuhan-kebutuhan Ekonomi
Al Syaibani mengatakan bahwa sesungguhnya Allah menciptakan anak-anak Adam sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya tidak akan berdiri kecuali dengan empat perkara yaitu makan, minum ,pakaian, dan tempat tinggal. Para ekonom yang lain mengatakan bahwa keempat hal ini adalah tema ekonomi.
5. Spesialisasi dan Distribusi Pekerjaan
Al-syaibani menyatakan bahwa manusia dalam hidupnya selalu membutuhkan yang lain. Manusia tidak akan bisa hidup sendirian tanpa memerlukan orang lain. Seseorang tidak akan menguasai pengetahuan semua hal yang dibutuhkan sepanjang hidupnya dan manusia berusaha keras, usia akan membatasi dirinya. Oleh karena itu, Allah SWT memberi kemudahan pada setiap orang untuk menguasai pengetahuan salah satu diantaranya, Allah tidak akan mempersulit makhluknya yang mau berusaha tetapi akan memberikan jalan atau petunjuk untuk dirinya. sehingga manusia dapat bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Allah SWT berfiman dalam surat az-Zukhruf ayat 32
Artinya: “dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajad,”
Dan Allah berfirman dalam Qur’an surat al-Maidah ayat : 2
Artinya: “dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa…”
Rasulullah saw bersabda:
“ sesungguhnya Allah SWT selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya tersebut menolong saudara muslimnya.” (HR Bukhari-Muslim)
Selain itu Al-syaibani menyatakan bahwa apabila seseorang bekerja dengan niat melaksanakan ketaatan kepada-Nya atau membantu suadaranya tersebut niscaya akan diberi ganjaran sesuai dengan niatnya. Dengan demikian, distribusi pekerjaan seperti di atas merupakan objek ekonomi yang mempunyai dua aspek secara bersamaan, yaitu aspek religius dan aspek ekonomis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Zayd Bin Ali
Zayd bin ali menyumbangkan pemikiran ekonomi yaitu pada hal pembelian barang secara kredit atau tunai. Ia membolehkan pembelian barang secara kredit maupun secara kontan. Dan jika pembelian dilakukan secara kredit dilarang untuk memberikan biaya terhadap tunggakan pelunasan, karena ini sama dengan RIBA.
b. Abu Hanifah
Pemikiran ekonomi Abu hanifah yaitu pada jual beli salam, yaitu abu hanifah ingin menghilangkan rasa perselisihan terhadap kedua belah pihak dengan menyatakan dengan jelas semua persyaratan dan biaya di dalam kontrak jual beli tersebut. Begitu juga dengan murabahah. Dan Abu hanifah membebaskan pajak terhadap orang miskin yang terlilit hutang
c. Abu Yusuf
Abu yusuf banyak mengatur tentang pajak baik itu tanah maupun pertanian, ia juga dikenal baik dalam kebijakan fiscal yaitu dengan mengganti sistim pajak waziyah dengan sistim pajak proporsional.
d. Asy Syaibani
Asy syaibani mengutamakan sistim kerja terhadap masyarakat muslim, karena Allah telah menciptakan bumi dan isinya maka hendaknya manusia mencari nafkah untuk hidup. Ia juga mengatakan untuk segera berbuat kebajikan jika harta yang diperoleh sudah cukup. Dan ia juga tidak menyangkal hidup dalam kemewahan asal digunakan dalam kebaikan.
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, alfa dan lupa.
No comments:
Post a Comment