A. Prinsip dasar dalam kepemilikan harta
a. Pengertian hak, milik, dan hak milik
Hak milik atau “Kepemilikan” berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab “milk” berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum. Kepemilikan merupakan ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disahkan syariah. Kepemilikan berarti juga hak khusus yang didapatkan si pemilik sehingga ia mempunyai hak untuk menggunakan barang tersebut sejauh tidak melakukan pelanggaran pada garis-garis syariah. Karena pemilik sesungguhnya dari sumber daya yang ada ialah Allah swt, manusia dalam hal ini hanya di titipkan untuk sementara saja. Kepemilikan dalam islam terbagai atas dua, yaitu; Allah swt sebagai pemilik mutlak alam semesta dan manusia sebagai khalifah di muka bumi penerima titipan dari Allah swt.
Menurut pengertian umum, hak ialah:
“Suatu ketentuan yang digunakan oleh syara‟ untuk menetapkan suatu kekuasan atau suatu beban hukum.”
Pengertian hak sama dengan arti hukum dalam istilah ahli „Uşul :
“Sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus ditaati untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik mengenai orang maupun mengenai harta.
Pengertian Milik :
Milik dalam buku Pukok-pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam, di definisikan: "Kekhususan terdapat pemilik suatu barang menurut syara' untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar'i"
Pengertian hak milik :
kewenangan atas sesuatu atau keistimewaan untuk menggunakannya atau memanfaatkannya sesuai dengan keinginan, dan membuat orang lain tidak berhak atas hal tersebut kecuali dengan alasan syariah.
b. Kekuasaan hak milik
Dari Abu Umamah, yaitu lyas bin Tsa'labah al-Haritsi bahwasanya Rasulullah saw. bersabda;
“Barangsiapa yang mengambil haknya seseorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah telah mewajibkan neraka untuknya dan mengharamkan syurga atasnya." Kemudian ada seorang lelaki yang bertanya: "Apakah demikian itu berlaku pula, sekalipun sesuatu benda yang remeh ya Rasulullah?" Beliau menjawab: "Sekalipun bendanya itu berupa setangkai kayu penggosok gigi.” (Riwayat Muslim)
Dalam hadits di atas memberikan pengertian bahwa kita sebagai seorang muslim tidak boleh saling merampas hak milik sesama, sekecil apapun itu. Kita sebagai umat muslim harusnya saling menolong dalam menjalankan setiap perintah yang Allah berikan kepada umat-Nya. Kita sebagai manusia harus sadar bahwa hak yang dimiliki hanyalah bersifat sementara, dan merupakan titipan dari Allah yang sewaktu-waktu jika Dia berkehendak maka Dia akan mengambilnya dari kita. Sekecil apapun hak yang kita rampas dari sesama maka Allah akan sangat membenci itu, seperti yang telah tertulis dalam hadits di atas.
Dalam Hadist riwayat Abu Hurairah Radhiyallahuanhu belia berkata:
“ datang seorang laki-laki kepada rasulullah SAW dan menanyakan “ ya, rasulallah ! bagaimana menurutmu, kalau datang seseorang hendak mengambil hartaku?” jawab nabi “ jangan engkau berikan hartamu kepadanya ! tanya laki-laki “ bagaimana menurutmu, kali memerangiku ? nabi menjawab “ perangi dia “ tanya laki-laki “ bagaimana kalau dia membunuhku ? nabi menjawab “ maka engkau mati syahid “ laki-laki bertanya bagimana kalau saya membunuhnya? Nabi menjawab “maka dia masuk neraka.” (HR. Abu hurairah Radhiyalahuan)
Isi dari sebuah hadist tersebut menjelaskan bahwa harta milik kita harus kita pertahankan karena sesungguhnya harta itu milik kita dan kita berhak atas semua harta itu dan apabila ada orang yang mau mengambilnya maka harta yang bukan hak miliknya harta itu tidak akan berkah bagi yang mengambilnya. Dan kita sebagai orang yang mempunyai harta itu, kita harus mempertahankan semampu kita atau pepatah bilang samapai darah penghabisan pun akan raih karena itu semua milik kita dan kita berhak untuk memilikinya.
c. Hak milik Allah
Pemilik sesungguhnya dari sumber daya yang ada; adalah Allah SWT, manusia dalam hal ini hanya di titipkan untuk sementara saja. Sehingga sewaktu-waktu dapat di ambil kembali oleh Allah SWT. Oleh sebab itu kepemilikan mutlak atas harta tidak di akui dalam islam. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah dalam Qs. Al-Baqarah ayat 284:
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada did al;m hati mu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmun itu. Maka Allah mengampuni siapa yang di kehendaki-Nya dan menyiksa siap yang dikehendaki-Nya, dan Alllah Mahakuasa atas segala sesuatu”
B. Kekayaan Dalam Islam
a. Konsep kekayaan dalam Islam
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, yang artinya;
“Infaqkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki tersebut. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu.” (HR. Bukhari no. 1433 dan Muslim no. 1029, 88)
Harta yang baik adalah harta yang dimanfaatkan untuk maslahat dunia dan akhirat. Oleh karena itu, harta yang kita miliki sudah sepantasnya disalurkan pada hal-hal yang wajib, mulai dari menafkahi keluarga serta menunaikan zakat jika telah mencapai nishob dan haul. Setelah itu barulah disalurkan pada hal-hal lain yang bermanfaat yang tentunya sesuai dengan syari’at islam.
الصَّالِحِ.لِلرَّجُلِ الصَّالِحُ الْمَالُ نِعْمَ
“Sebaik-baik harta yang baik adalah yang dimiliki orang yang shalih.” (HR. Ahmad di dalam Al-Musnad IV/202, no. 17835 dengan sanad yang hasan).
Harta yang baik lagi halal yang ada di tangan orang muslim yang sholih memiliki banyak manfaat dan keistimewaan bagi dirinya, keluarganya maupun orang lain, baik itu menyangkut urusan dunia maupun agama. Ini tentu saja orang yang pintar mengelolanya adalah hamba Allah yang sholih yang mengerti kedua maslahat ini. Maka maksud diatas adalah tepat bahwa sebaik-baik harta adalah harta yang dikelola orang yang sholih. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi seorang muslim yang ingin menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat untuk bermalas-malasan dan berpangku tangan serta menjadi beban bagi orang lain. Diantara keistimewaan dan manfaat harta benda yang dimiliki orang muslim yang sholih, ia dapat menjadi penyebab berlimpahnya pahala dari Allah kepada pemiliknya karena ia senantiasa menafkahkannya di jalan yang Allah ridhoi.
“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1054)
Berdasarkan uraian singkat di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa Al-Qur’an telah dengan jelas memberikan gambaran dalam menggunakan atau membelanjakan harta kekayaan, yaitu sebagai berikut:
a. Menekankan diwajibkanya berinfaq,
b. Melarang sikap boros terhadap harta dan menggunakannya dalam hal-hal yang dilarang oleh syari’ah,
c. Melarang semua bentuk kejahatan termasuk riba dan aktivitas yang tidak adil,
d. Memanfaatkanya sesuai dengan ajaran-ajaran yang telah ditetapkan Allah,
Sebagai seorang yang beriman, marilah kita mengendalikan diri dengan mengikuti ajaran Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW dalam menggunakan dan membelanjakan harta kekayaan yang kita miliki. Harta yang kita peroleh wajib melalui cara halal yang telah diatur secara jelas di berbagai ayat-ayat dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasullulah saw. Demikian pula dalam menggunakan atau membelanjakan harta, harus pula dengan cara yang baik demi memperoleh ridha Allah SWT serta tercapainya distribusi kekayaan yang adil di tengah-tengah masyarakat. Penggunaan atau pembelanjaan harta wajib dibatasi pada sesuatu yang halal dan sesuai Syari'ah. Dengan demikian, harta kita jangan sampai digunakan untuk perjudian, membeli minuman keras dan barang-barang yang diharamkan, membayar perzinahan, atau apa saja yang dilarang oleh syari'ah.
b. Cara cara pemindahan kekayaan
• Zakat
Salah satu perhatian pokok ilmu ekonomi islam adalah mewujudkan keadilan distributife.Karena itu,semua keadaan ekonomi yang didasarkan pada ketidakseimbangan (zulm) harus diganti dengan keadaan-keadaan yang memenuhi tuntutan keseimbangan.dengan kata lain,ekonomi islam akan berusaha memaksimalkan kesejahteraan total.Tindakan social harus digerakkan secara langsung untuk perbaikan kesejahteraan kalangan yang kurang beruntung dalam masyarakat melalui zakat,infaq serta sodaqoh.
• Warisan
“saya lebih utama dengan mukmin,barang siapa yang mati dan ia punya hutang,tidak meninggalkan apapun maka saya membayarnya,barang siapa meninggalkan harta maka ahli warisnya(H.R Imam Bukhori)
Hukum waris merupakan suatu aturan yang sangat penting dalam mengurangi ketidakadilan distribusi kekayaan.Hukum waris merupakan alat penimbang yang sangat kuat dan efektif untuk mencegah pengumpulan kekayaan dikalangan tertentu dan pengembangannya dalam kelompok-kelompok besar dalam masyarakat.Tokoh-tokoh ekonomi seperti Keynes,Taussig dan irfing fisher menyetujui bahwa pembagian warisan yang tidak merata merupakan penyebab utama dari ketidak adilan masyarakat,Menurut Taussig,warisan mempunyai dampak yang sangat besar dalm masyarakat.
Menurut hokum waris islam,harta milik orang lain yang telah meninggal dibagi pada keluarga terdekat,yaitu anak laki-laki/perempuan,saudara,ibu/bapak,suami/istri dan lain-lain.Jika seseorang tidak mempunyai keluarga dekat sama sekali,maka harta bendanya diambil alih oleh Negara.Dengan demikian waris bertujuan untuk menyebarkanluaskan pembagian kekayaan dan mencegah penimbunan harta dalam bentuk apapun.
C. Buruh dalam Islam
a. Konsep mitra dalam kerja
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman: “Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati pihak lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya.” (HR. Abu Daud no.3383, dan Al-Hakim no.2322).
Dari hadits di atas dapat kita simpulkan bahwa dalam islam konsep mitra dalam kerja itu yang terpenting adalah kejujuran di antara keduanya, sehingga Allah juga ikut dalam kemitraan mereka, dan semua yang di kerjakan dalam kemitraan mendapat ridho dai Allah.
b. Kewajiban dan hak pekerja
Pertama, Islam memposisikan pembantu sebagaimana saudara majikannya. Dari Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَحْتَ أَيْدِيكُمْ اللهُ جَعَلَهُمُ إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ
“Saudara kalian adalah budak kalian. Allah jadikan mereka dibawah kekuasaan kalian.” (HR. Bukhari no. 30)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut pembantu sebagaimana saudara majikan agar derajat mereka setara dengan saudara.
Kedua, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memberikan beban tugas kepada pembantu melebihi kemampuannya. Jikapun terpaksa itu harus dilakukan, beliau perintahkan agar sang majikan turut membantunya.
Dalam hadis Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَأَعِينُوهُمْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَإِنْ يَغْلِبُهُمْ، مَا تُكَلِّفُوهُمْ وَلاَ
“Janganlah kalian membebani mereka (budak), dan jika kalian memberikan tugas kepada mereka, bantulah mereka.” (HR. Bukhari no. 30)
Ketiga, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan para majikan untuk memberikan gaji pegawainya tepat waktu, tanpa dikurangi sedikit pun. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَرَقُهُ يَجِفَّ أَنْ قَبْلَ أَجْرَهُ الأَجِيرَ أَعْطُوا
“Berikanlah upah pegawai (buruh), sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibn Majah dan dishahihkan al-Albani).
D. Keuntungan / profit
Mencari keuntungan dalam bisnis pada prinsipnya merupakan suatu perkara yang jaiz (boleh) dan dibenarkan syara’, bahkan secara khusus diperintahkan Allah kepada orang-orang yang mendapatkan amanah harta milik orang-orang yang tidak bisa bisnis dengan baik, misalnya anak-anak yatim (lihat QS. An-Nisa’:29, Al-Baqarah: 194, 275, 282, An-Nur:37, Al-Jum’ah:10, Al-Muzzammil:20, Quraisy:1-3)
Dan, tak ada satu nash pun yang membatasi margin keuntungan, misalnya 25 %, 50%, 100% atau lebih dari modal. Bila kita jumpai pembatasan jumlah keuntungan yang dibolehkan maka pada umumnya tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
Tingkat laba/keuntungan atau profit margin berapa pun besarnya selama tidak mengandung unsur-unsur keharaman dan kezhaliman dalam praktek pencapaiannya, maka hal itu dibenarkan syariah sekalipun mencapai margin 100 % dari modal bahkan beberapa kali lipat. Hal itu berdasarkan dalil berikut:
Ada beberapa hadits Rasulullah saw menunjukkan bolehnya mengambil laba hingga 100% dari modal. Misalnya hadits yang terdapat pada riwayat Imam Ahmad dalam Musnadnya (IV/376), Bukhari (Fathul Bari VI/632), Abu Dawud (no. 3384), Tirmidzi (no.1258), dan Ibnu Majah (no.2402) dari penuturan Urwah Ibnul Ja’d al-Bariqi ra.
Sahabat Urwah diberi uang satu dinar oleh Rasulullah saw untuk membeli seekor kambing. Kemudian ia membeli dua ekor kambing dengan harga satu dinar. Ketika ia menuntun kedua ekor kambing itu, tiba-tiba seorang lelaki menghampirinya dan menawar kambing tersebut. Maka ia menjual seekor dengan harga satu dinar. Kemudian ia menghadap Rasulullah dengan membawa satu dinar uang dan satu ekor kambing. Beliau lalu meminta penjelasan dan ia ceritakan kejadiannya maka beliau pun berdoa: “Ya Allah berkatilah Urwah dalam bisnisnya.”
Dan meraih keuntungan lebih dari yang diambil Urwah pun diperkenankan asalkan bebas dari praktik penipuan, penimbunan, kecurangan, kezhaliman, contoh kasusnya pernah dilakukan oleh Zubeir bin ‘Awwam salah seorang dari sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Ia pernah membeli sebidang tanah di daerah ‘Awali Madinah dengan harga 170.000 kemudian dijualnya dengan harga 1.600.000. ini artinya sembilan kali lipat dari harga belinya (Shahih al-Bukhari, nomor hadits 3129).
Namun begitu, Imam Al-Ghozali dalam Ihya’ Ulumuddin-nya (II/72) menganjurkan perilaku ihsan dalam berbisnis sebagai sumber keberkahan yakni mengambil keuntungan rasional yang lazim berlaku pada bisnis tersebut di tempat itu. Beliau juga menegaskan bahwa siapa pun yang qana’ah (puas) dengan kadar keuntungan yang sedikit maka niscaya akan meningkat volume penjualannya. Selain itu dengan meningkatnya volume penjualan dengan frekuensi yang berulang-ulang (sering) maka justru akan mendapatkan margin keuntungan banyak, dan akan menimbulkan berkah.
Pantas kalau Ali ra. pernah berkeliling menginspeksi pasar Kufah dengan membawa tongkat pemukul seraya berkata, “Wahai segenap pedagang, ambillah yang benar, niscaya kamu selamat. Jangan kamu tolak keuntungan yang sedikit, karena dengan menolaknya kamu akan terhalang untuk mendapatkan yang banyak.”
Abdurrahman bin Auf pernah ditanya orang, “apakah yang menyebabkan engkau kaya?” Dia menjawab, “karena tiga perkara: aku tidak pernah menolak keuntungan sama sekali. Tiada orang yang memesan binatang kepadaku, lalu aku lambatkan menjualnya, dan aku tidak pernah menjual dengan sistem kredit berbunga.” Contoh kasusnya, Abdurrahman bin Auf pernah menjual 1000 ekor unta, tetapi ia tidak mengambil keuntungan melainkan hanya dari tali kendalinya. Lalu dijualnya setiap helai tali itu dengan harga 1 dirham, dengan demikian ia mendapatkan keuntungan 1000 dirham. Dan dari penjualan itu ia mendapatkan keuntungan 1000 dirham dalam sehari.
Itulah cermin orang mempraktekkan sabda Rasulullah saw bersabda: “Semoga Allah merahmati orang yang toleran (gampang) ketika menjual, toleran ketika membeli, toleran ketika menunaikan kewajiban dan toleran ketika menuntut hak.” (HR. Bukhari dari Jabir).
Adapun keuntungan yang diharamkan Islam adalah keuntungan yang mengandung unsur dan praktik bisnis haram di antaranya sebagai berikut:
1. Keuntungan dari Bisnis Barang dan Jasa Haram.
Yang tergolong bisnis haram adalah seperti bisnis minuman keras, narkoba (NAZA), jasa kemaksiatan, perjudian, rentenir dan praktik riba, makanan dan minuman merusak, benda-benda yang membahayakan rohani dan jasmani. Di antara hadits yang melarang melakukan bisnis barang dan jasa haram serta memanfaatkan hasil keuntungannya adalah hadits riwayat Jabir ra, Nabi SAW. Bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan jual beli minuman keras, bangkai, babi, dan patung”. (HR. Jama’ah, lihat al-Albani dalam Irwa’ Gholil, 1290).
Diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas. Ra, ia berkata: “Nabi saw, melarang harga (jual beli) anjing seraya bersabda:”Jika seseorang datang kepadamu meminta pembayaran harga anjing, maka penuhilah telapak tangannya dengan tanah.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
2. Keuntungan dari Jalan Curang dan Manipulasi.
Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa mencurangi kami maka bukanlah dari golongan kami.” (HR. al-Jama’ah kecuali Bukhari dan Nasa’i) “Orang muslim itu adalah saudara orang muslim lainnya; tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada saudaranya sesuatu yang ada cacatnya melainkan harus dijelaskannya kepadanya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
3. Keuntungan dengan Cara Menimbun dan Usaha Spekulatif.
Nabi saw. bersabda: “Tidaklah menimbun kecuali orang yang berbuat dosa.” (HR. Muslim) “Barangsiapa yang menimbun bahan makanan selama empat puluh hari maka sungguh ia berlepas dari Allah dan Allah berlepas darinya.” (HR. Ahmad dan Hakim).
E. Etika konsumsi
Konsumsi merupakan setiap kegiatan manusia untuk memakai, menggunakan, dan menikmati barang atau jasa untuk kelangsungan hidupnya. Adapun ada beberapa prinsip mengenai konsumsi yaitu:
a. Halal
Hendaknya yang dimakan, diminum dan dikonsumsi oleh manusia hendaklah sesuatu yang halal dan dibolehkan oleh Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT QS. Al Baqarah:168 yang artinya “ Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat dibumi dan janganlah kamu mengitu langkah-langkah syetan. Sungguh. Syetan itu musuh yang nyata bagimu”.
Diperjelas dalam sebuah hadits yaitu:
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْحَلاَلُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مَشَبَّهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ إِنَّ حِمَى اللهِ فِى أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ.
Artinya:
“Nabi SAW bersabda: “Halal itu jelas,haram juga jelas,di antara keduanya adalah subhat,tidak banyak manusia yang mengetahui. Barang siapa menjaga diri dari subhat, maka ia telah bebas untuk agama dan harga dirinya,barang siapa yang terjerumus dalam subhat maka ia diibaratkan pengembala disekitar tanah yang di larang yang dihawatirkan terjerumus. Ingatlah sesungguhnya setiap pemimpin punya bumi larangan. Larangan Allah adalah hal yang di haramkan oleh Allah, ingatlah bahwa sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging jika baik maka baiklah seluruhnya, jika jelek maka jeleklah seluruh tubuhnya, ingatlah daging itu adalah hati.”
b. Baik/Bergizi
Nabi SAW bersabda: “wahai manusia! Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Ia memerintahkan pada orang-orang yang beriman apa yang di perintahkan pada para utusan.”Kemudian baca ayat “Wahai para utusan, makanlah dari yang baik dan beramAllah yang baik, karena sesungguhnya kami mengetehui apa yang kalian kerjakan.” Baca ayat lagi “makanlah sesuatu yang baik dari apa yang kami rezekikan padamu.” Kemudian nabi menuturkan ada seorang laki-laki yang bepergian jauh,rambutnya acak-acakan dan kotor. Dia menengadahkan kedua tangannya ke atas seraya berdoa: ‘wahai tuhanku, wahai tuhanku’ sedang yang di makan dan yang di minum serta yang di pakai adalah berasal dari yang haram, mana mungkin doanya diterima.”
Jadi pada dasarnya Allah menyuruh umatnya untuk mengkonsumsi makanan/minuman yang baik dan diperoleh dengan cara yang baik serta untuk mengkonsumsi yang bergizi untuk memperoleh kesehatan yang baik untuk tubuh kita supaya terhindar dari segala penyakit.
c. Tidak berlebihan atau Makan dan Minum dengan secukupnya, sebagaimana hadits nabi SAW:
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ حَسْبُ الْآدِمِّي لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ غَلَبَتْ الْآدَمِيِّ نَفْسُهُ فَثُلُثٌ لِلطَّعَامِ وَثُلُثٌ لِلشَّرَابِ وَثُلُثٌ لِلنَّفَسِ.
Artinya:
Rasulullah SAW bersabda:” Anak Adam tidak mengisi penuh suatu wadah yang lebih jelek dari perut,cukuplah bagi mereka itu beberapa suap makan yang dapat menegakan punggungnya, apabila kuat keinginannya maka jadikanlah sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum, sepertiga untuk dirinya atau udara.”
d. Tidak mengandung riba dan Tidak kotor atau najis, sebagaimana hadits nabi SAW:
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَثَمَنِ الدَّمِ وَنَهَى عَنْ الْوَاشِمَةِ وَالْمَوْشُومَةِ وَآكِلِ الرِّبَا وَمُو كِلِهِ وَلَعَنَ الْمُصَوِّرُ.
Artinya:
Nabi melarang hasil usaha dari anjing,darah,pentato dan yang di tato, pemakan dan yang membayar riba,dan melaknat pembuat gambar.
e. Bukan dari Hasil Suap
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَعَنَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْ تَشِيَ قَالَ يَزِيدُ لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الرَّشِي وَالْمُرْتَشِي.
Artinya:
“ Nabi melaknat penyuap dan yang di suap, yazid menambah; Allah melaknat penyuap dan yang di suap.”
No comments:
Post a Comment