KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah SWT. Berkat
bimbingan serta petunjuk-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Adapun judul
makalah ini adalah “Pengukuran dan Desain Instrumen Dalam Survei”. Kami
menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen
Pembimbing dalam mata kuliah Metode Penelitian.
Meskipun pembuatan makalah ini telah selesai, namun kami menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu kami masih mengharapkan bimbingan dari Dosen Pembimbing, serta
kritik dan saran dari teman – teman sekalian.
Padangsidimpuan, Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................................... 1
Daftar Isi......................................................................................................................................... 2
BAB
I
Pendahuluan
A. Latar
Belakang.................................................................................................................... 3
B. Rumusan
Masalah............................................................................................................... 3
C. Tujuan................................................................................................................................. 3
BAB
II
Pembahasan
A.
Komponen Pengukuran.................................................................................................... 4
B.
Proses Pengukuran............................................................................................................ 5
C.
Skala
Pengukuran ( Validitas dan Realitas )..................................................................... 6
D.
Menyusun
Kuisioner......................................................................................................... 9
E.
Desain
Instrumen...................................................................................................................................................
BAB
III
Penutup
A. Kesimpulan......................................................................................................................... 14
B. Kritik
dan Saran ................................................................................................................. 14
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Setelah masalah penelitian telah dirumuskan dan desain
penelitian telah dipilih untuk memecahkan masalah, tugas peneliti selanjutnya
adalah memilih teknik pengukuran dan mendesain instrumen penelitian. Teknik
pengukuran amat berkaitan dengan desain instrumen. Desain instrumen dapat
didefenisikan sebagai penyusunan instrumen pengumpulan data untuk mendapatkan
data yang dibutuhkan guna memecahkan masalah penelitian.
Untuk itu penulis membahas seperti apa pengukuran dan desain
instrumen dalam survey, diharapkan setelah membaca makalah ini pembaca memahami
khususnya juga penulis. Sehingga bermanfaat dikemudian hari dalam melakukan
penelitian.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa saja
komponen pengukuran dalam survey ?
2.
Bagaimana
proses pengukurannya ?
3.
Bagaimana skala
pengukurannya ?
4.
Bagaimana cara
menyusun kuisioner ?
5.
Apa itu desain
instrumen ?
C. Tujuan
1.
Memahami apa
komponen pengukuran dalam survey serta bagaimana proses pengukurannya
2.
Memahami
bagaimana skala pengukuran (validitas dan reliabilitas)
3.
Memahami cara
menyusun kuisioner derta memahami apa itu desain instrumen
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Komponen Pengukuran[1]
Tujuanpengukuranadalahmenerjemahkankarakteristikdataempiriskedalambentukyangdapatdianalisisolehpeneliti.Titikfokus
pengukuranadalahpemberian“angka”terhadapdata empirisberdasarkanjumlahaturan/prosedurtertentu.Prosedurini
dinamakanprosespengukuran,yaituinvestigasimengenaiciri-ciriyang
mendasarikejadianempirisdan memberiangkaatasciri-ciritersebut.Kendatikomponenpengukuranamatberagam,setidaknyaadatiga
komponenyangdibutuhkandalamsetiappengukuran,yaitu:
1.
Kejadian empiris (empirical events)
yang dapat diamati.
Merupakan
sejumlah ciri-ciri dari objek, individu atau kelompok yang dapat diamati. Dapat
diamati mengandung arti bahwa setiap orang dapat menangkap, atau setidaknya
menyimpulkan, bahwa suatu objek, individu, atau kelompok mempunyai ciri-ciri
tertentu.
2.
Penggunaan
angka ( The Use Of Numbers )
Penggunaan
angka untuk menggambarkan kejadian empiris. “Angka” adalah numerik atau
simbol-simbol lain yang digunakan untuk mengidentifikasi. Penggunaan angka
adalah untuk memberi arti bagi ciri- ciri yang mejadi pusat perhatian peneliti.
3.
Sejumlah
aturan pemetaan ( Set of mapping rules )
Pernyataan yang
menjelaskan arti angka
terhadap kejadian empiris. Aturan-aturan pemetaan disusun oleh
peneliti untuk tujuan studi.
B. Proses pengukuran[2]
Proses pengukuran
dapat digambarkan sebagai
sederet tahap yang saling berkaitan yang dimulai dari:
1.
Mengisolasi
kejadian empiris
Kejadian
empiris dirangkum dalam bentuk konsep/konstruksi yang berkaitan dengan masalah
penelitian. Konsep adalah abstraksi ide yang digeneralisasi dari fakta
tertentu.
2.
Mendefinisikan
konsep secara konstitutif dan operasional
Definisi konstitutif
mendefinisikan konsep dengan
konsep lain sehingga melandasi
konsep kepentingan. Begitu definisi konstitutif telah ditetapkan, maka definisi
operasional harus dinyatakan karena definisi operasional akan merefleksikan
dengan tepat esensi definisi konsitutif. Definisi operasional memperinci aturan
pemetaan dan alat di mana variabel akan diukur dalam kenyataan. Definisi ini
menyatakan prosedur yang harus diikuti
oleh peneliti dalam
memberikan angka terhadap konsep yang diukur.
3.
Mengembangkan
skala pengukuran
Setelah
definisi dinyatakan dengan tepat, pemberian angka dapat dilakukan. Tujuan
utamanya adalah agar sifat-sifat angka tersebut seiring dengan sifat-sifat
kejadian yang ingin
diukur. Tugas ini
dicapai oleh peneliti dengan
memahami betul hakekat kejadian empris
yang diukur dan menterjemahkan pengetahuan ini dalam pemilihan dan penyusunan
skala pengukuran yang mencerminkan sifat-sifat yang sama. Skala pengukuran
(measurement scale) dapat didefinisikan sebagai suatu alat yang digunakan
untuk memberikan angka
terhadap objek/kejadian empiris.
4.
Mengevaluasi
skala berdasarkan reliabilitas dan validitasnya
C. Skala Pengukuran
Skala
pengukuran amat bervariasi. Kendati kompleksitas variasi alat pengukuran amat
beragam, semua skala mempunyai ciri-ciri setidaknya satu dari empat tingkat
pengukuran, yaitu :[3]
1. Skala
Nominal adalah skala
mengelompokkan obyek atau
peristiwa dalam berbentuk kategori. Skala nominal diperoleh dari
pengukuran nominal yaitu suatu proses mengklasifikasian obyek-obyek yang
berbeda kedalam kategori-kategori berdasarkan beberapa karakteristik tertentu.
2. Skala Ordinal adalah
jenis skala yang menunjukkan tingkat.
Skala ini biasanya
dipergunakan dalam menentukan
ranking seseorang dibandingkan
dengan yang lain. misalnya ranking siswa dikelas dibuat dari nilai tertinggi
sampai nilai terendah.
Ranking pertama dan kedua tidak memiliki
jarak rentangan yang
sama dengan ranking
kedua dan ketiga. Contoh lain
skala ordinal adalah nilai mahasiswa dalam bentuk huruf, A, B, C, D dan E.
3. Skala Interval adalah skala yang yang
memiliki jarak yang sama antar datanya akan tetapi tidak memiliki nol mutlak.
Nol mutlak artinya tidak dianggap
ada. Salah satu
cirri matematis yang
dimiliki skala interval adalah penjumlahan. Dengan demikian,
kita dapat membuat operasi penambahan atau pengurangan. Misalnya, jarak pada
temperatur tertentu. Jarak antara 250F dengan 500F sama dengan jarak 750F
dengan 1000F.
4. Skala Rasio adalah skala pengukuran yang
memiliki nol mutlak sehingga dapat dilakukan operasi perkalian dan pembagian.
Misalnya berat badan, tinggi badan, pendapatan
dan lain sebagainya.
Setelah
variabel yang menjadi perhatian diidentifikasi dan didefinisikan secara
konseptual, suatu jenis skala harus dipilih. Pemilihan skala amat
tergantung dari ciri-ciri
yang mendasari konsep
dan antisipasi peneliti terhadap penggunaan variabel yang
digunakan dalam tahap analisis data. Proses ini disebut evaluasi mengenai skala
pengukuran. Dalam mengevaluasi skala pengukuran, harus diperhatikan dua hal
yaitu:
1. Validitas[4]
Suatu
skala pengukuran disebut valid bila ia melakukan apa yang seharusnya dilakukan
dan mengukur apa yang seharusnya diukur. Bila skala pengukuran tidak valid maka
tidak akan bermanfaat bagi peneliti karena tidak mengukur atau melakukan apa
yang seharusnya dilakukan. Secara konseptual, dibedakan 3 jenis validitas
(Sekaran, 2000: 207-8), yaitu:
a) Validitas Isi (Content Validity)
Validitas
isi memastikan bahwa ukuran telah cukup memasukkan sejumlah item yang
representative dalam menyusun sebuah konsep. Semakin besar
skala item dalam
mewakili semesta konsep
yang diukur, maka semakin besar validitas isi. Dengan kata lain,
validitas isi adalah sebuah fungsi yang menunjukkan seberapa baik dimensi dan
elemen sebuah konsep digambarkan.
b) Validitas Yang Berkaitan Dengan Kriteria
(Criterion-related validity)
Validitas
yang berkaitan dengan criteria terjadi ketika sebuah ukuran membedakan
individual pada kritera yang akan diperkurakan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menetapkan:
a) Concurrent Validity Terjadi ketika
skala yang ditetapkan
dapat membedakan individual yang
telah diketahui berbeda, sehingga skor untuk masing-masing instrument harus
berbeda.
b) Predictive Validity Menunjukkan
kemampuan sebuah instrumen pengukuran dalam membedakan individu dalam kritera
masa depan.
c) Validitas Konstruk (Construct validity)
Menurut
Sugiyono (2008), salah satu jenis pengujian validitas instrumen adalah
Construct Validity, dimana instrumen disusun berdasarkan masukan dari orang
yang ahli dibidangnya. Pengujian ini bisa dilakukan dengan analisis faktor atau
korelasi. Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu
teknik pengukuran asosiasi/hubungan (measures of association). Pengukuran
asosiasi merupakan istilah umum yang
mengacu pada sekelompok teknik dalam
statistik bivariat yang
digunakan untukmengukur kekuatan
hubungan antara dua variabel.
Korelasi bermanfaat
untuk mengukur kekuatan
hubungan antara dua variabel (kadang lebih dari dua variabel) dengan
skala- skala tertentu, misalnya
Pearson data harus
berskala interval ataurasio;
Spearman dan Kendal
menggunakan skala ordinal; Chi Square menggunakan data
nominal. Kuat lemah
hubungan diukur diantara jarak
(range) 0 sampai dengan 1.
Korelasi mempunyai
kemungkinan pengujian hipotesis
dua arah (two tailed). Korelasi searah jika nilai koefesien korelasi
diketemukan positif; sebaliknya jika nilai koefesien korelasi negatif, korelasi
disebut tidak searah. Yang dimaksud dengan koefesien korelasi ialah suatu
pengukuran statistik kovariasi atau asosiasi antara dua variabel. Jika
koefesien korelasi diketemukan tidak sama dengan nol (0), maka terdapat
ketergantungan antara dua variabel tersebut. Jika koefesien korelasi
diketemukan +1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau
hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) positif. Jika koefesien korelasi
diketemukan -1. maka
hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear
sempurna dengan kemiringan (slope) negatif.
2. Reliabilitas[5]
Realibilitas
adalah tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran. Ujian Reliabilitas alat ukur
dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal, pengujian
dapat dilakukan test-retest, equivalent,
dan gabungan keduanya.
Secara internal, reliabilitas
alatukur dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang
ada pada instrument dengan teknik tertentu.
a) Test Retest Reliability
Alat
ukur penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test retest dilakukan dengan
cara mencobakan alat ukur beberapa kali kepada responden. Jadi,
dalam hal ini
alat ukurnya sama,
respondennya sama, dalam waktu yang berbeda. Reliabilitas diukur dari
koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila
koefisien korelasi positif dan signifikan, maka instrument tersebut sudah
dinyatakan reliable. Metode ini merupakan perhitungan yang paling baik untuk
mengetahui penyebab timbulnya kesalahan yang berkaitan dengan waktu.
b) Equivalen
Pengujian reliabilitas
alat ukur dengan
cara ini cukup
dilakukan sekali, tetapi alat ukurnya ada dua, pada responden yang sama,
waktu yang sama. Alat ukur yang ekivalen adalah pernyataan secara bahasa
berbeda, tetapi maksudnya
sama. Reliabilitas alat
ukur dihitung dengan cara
mengkorelasikan antara data alat ukur yang satu dengandata alat ukur yang
dijadikan ekivalen. Bila korelasinya positif dan signifikan, maka alat ukur
dapat dinyatakan reliabel.
c) Gabungan Pengujian
Reliabilitas
ini dilakukan dengan cara mencoba
dua alat ukur yang ekivalen itu beberapa kali ke responden yang sama.
Ini merupakan gabungan cara pertama dengan cara kedua. Reliabilitas instrumen
dilakukan dengan mengkorelasikan dua instrumen yang ekivalen pada pengujian
pertama, setelah itu dikorelasikan secara silang. Jadi, dengan dua kali
pengujian dalam waktu yang berbeda, akan
dapat dianalisa enam
koefisien reliabilitas. Bila
keenam koefisien korelasi itu kesemuanya positif dan signifikan, maka
dapat dikatakan bahwa alat ukur tersebut reliabel.
d) Internal Consistency
Pengujian reliabilitas alat
ukur Internal Consistency,
dilakukan dengan cara mencoba alat ukur cukup hanya sekali saja,
kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis
dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrument.
D. Menyusun Kuisioner[6]
Langkah
awal dalam menyusun desain instrumen adalah membuat kuesioner, yaitu
daftar pertanyaan-pertanyaan atau
pernyataan- pernyataan yang disusun secara tertulis. Kuesioner ini
bertujuan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban para responden. Dalam
menyusun kuesioner, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
1. Apakah pertanyaan atau pernyataan itu
perlu?
Pertanyaan
atau pernyataan harus diajukan hanya apabila diperlukan untuk menjawab masalah
penelitian. Pertanyaan atau pernyataan yang tidak perlu hanya akan
membingungkan responden.
2. Bagaimana pertanyaan atau pernyataan itu
sebaiknya diajukan?
Ada
setidaknya dua alasan pentingnya hal ini. Pertama, bisa saja terjadi
responden yang berbeda
mempunyai persepsi berbeda saat mengartikan kata yang sama dan
setiap responden mempunyai kerangka pengalaman yang berbeda saat membaca dan
menginterpretasikan pertanyaan. Oleh karena itu, pertanyaan atau pernyataan
harus disusun secara cermat dan diujicobakan agar sesuai dengan yang dimaksud
oleh peneliti. Alasan kedua berkaitan
dengan pertanyaan atau
pernyataan yang sensitif atau besar kemungkinan menyinggung responden.
Oleh karena itu, disarankan agar responden diberitahu bagaimana data ini akan
digunakan disertai janji bahwa anomalitas responden akan tetap dijaga
kerahasiaannya.
3. Apakah bentuk pertanyaan atau pernyataan
terbuka atau tertutup?
Pertanyaan
atau pernyataan terbuka adalah yang memberikan kebebasan kepada responden utnuk
menjawab sesuai dengan jalan pikirannya.
Keuntungan utama menggunakan
bentuk ini adalah bahwa responden dapat mengatakan apa
yang mereka inginkan tanpa dibatasi oleh pendapat yang telah disusun oleh
peneliti. Hanya saja, akan lebih sulit
dianalisis, sulit dalam
pemberian kode (dalam analisis data), dan kurang efisien. Di lain
pihak, pertanyaan atau
pernyataan tertutup adalah dimana jawaban-jawabannya telah
dibatasi oleh peneliti sehingga menutup
kemungkinan bagi responden
utnuk menjawab panjang lebar sesuai dengan jalan pikirannya.
Keuntungannya adalah mudah dalam
pengkodean, tidak memerlukan
banyak waktu saat menganalisis, dan lebih efisien dalam
menanganinya dibanding yang terbuka.
4. Bagaimana seharusnya pertanyaan atau
pernyataan itu dirumuskan?
Pertanyaan
atau pernyataan yang spesifik lebih dianjurkan dibandingkan yang bersifat umum.
Dan hindari pertanyaan atau pernyataan yang bermakna ganda, karena akan
membingungkan responden.
5. Bagaimana format jawaban disusun?
Berkaitan
dengan beberapa pertanyaan penting berikut:
a) Apa
alternatif jawaban yang
akan digunakan: dikotomi
atau pilihan berganda?
b) Bagaimana urutan alternatif jawaban disusun?
c) Bagaimana cara
mengatasi/mengantisipasi jawaban “tidak
tahu”, “tidak ada jawaban”, dan “jawaban netral”?
6. Apa teknik skala yang sebaiknya
digunakan?
Ada
dua teknik skala utama yang sering digunakan, yaitu: Pertama, skala penilaian
(rating scale) dimana dievaluasi suatu dimensi orang, objek, atau fenomena pada
suatu titik dalam suatu rentang/kategori. Jenis skala ini dibagi menjadi:
a) Graphic rating scales, dimana responden
menunjukkan perasaannya dalam skala grafik, misalnya: Dalam skala 0
hingga 100 (0=sangat jelek, 50=netral, 100=yang paling baik), tolong tunjukkan
penilaian anda mengenai film yang baru saja anda tonton. Nilai anda
b) Itemized
rating scales, dimana dipilih
suatu kategori dalam bentuk berurutan. Misalnya: apakah anda
tertarik membeli mobil avanza?
Sangat
tertarik, Tertarik, Tidak
tertarik.
c) Comparative rating scales, dimana orang,
objek, atau fenomena lain dinilai dalam suatu standar orang, objek, atau
fenomena lain. Salah satu bentuk skala ini adalah dikenal dengan nama skala
rank-order.
Jenis
skala yang kedua adalah altitude scale yaitu suatu kumpulan alat pengukuran
yang mengukur tanggapan individu terhadap suatu objek atau fenomena. Jenis
skala ini dibagi menjadi:
a) Skala Likert (Likert scale), dimana
responden menyatakan tingkat setuju, atau tidak setuju mengenai berbagai
pernyataan mengenai perilaku, objek, oran, atau kejadian. Biasanya skala yang
diajukan terdiri atas 5 atau 7 titik. Skala-skala ini nantinya dijumlahkan untuk mendapatkan
gambaran mengenai perilaku, misalnya:
Sangat
Tidak Setuju
|
Tidak
Setuju
|
Netral
|
Setuju
|
Sangat
Setuju
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
b) Semantic differential, dimana responden
menilai perilaku objek dengan skala 5 atau 7 titik dari dua kutub kata sifat
atau frase. Pemilihan kata sifat atau frase berdasarkan perilaku objek, orang,
atau kejadian.
E. Desain Instrumen[7]
Proses
penyusunan desain instrumen pada dasarnya adalah suatu seni. Kendati demikian
dua hal utama yang harus diperhatikan dalam desain instrumen adalah sebagai
berikut:
1. Urutan Skala dan Layout Penyajian dan
organisasi instrumen pengumpulan
data amat menentukan dalam sukses
atau tidaknya penelitian. Isu sentral pada tahap ini adalah urutan skala dan
penyajian alat pengukuran dalam bentuk yang menarik dan mudah dimengerti.
2. Pratest dan Perbaikan Setelah instrument
disusn dalam bentuk draft, maka pretest (uji coba sebelum penelitian yang
sebenarnya dilakukan) sebaiknya dilakukan pada sejumlah responden. Pratest
seringkali dapat mengidentifikasi masalah- masalah dalam penyusunan
kata-kata, format kuesioner,
dan lain-lain yang amat
berpengaruh terhadap validitas penemuan dari penelitian tersebut. Bila
masalah-masalah tersebut ditemui, peneliti dapat membuat perubahan-perubahan
seperlunya agar dapat memperoleh data dengan kualitas yang tinggi.
Gambar
E.1
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Komponen pengukuran ada 3 yaitu :
1. Kejadian empiris
2. Penggunaan angka
3. Sejumlah aturan pemetaan
Proses Pengukuran ada 5 yaitu :
1.
Mengisolasi
kejadian empiris
2.
Mendefinisikan
konsep secara konstitutif dan operasional
3.
Mengembangkan
skala pengukuran
4.
Mengevaluasi
skala berdasarkan reliabilitas dan validitasnya
5.
Penggunaan
skala
Beberapa hal
yang harus diperhatikan peneliti ketika menyusun kuisioner, yaitu :
1. Apakah pertanyaan atau pernyataan itu
perlu?
2. Bagaimana pertanyaan atau pernyataan itu
sebaiknya diajukan?
3. Apakah bentuk pertanyaan atau pernyataan
terbuka atau tertutup?
4. Bagaimana seharusnya pertanyaan atau
pernyataan itu dirumuskan?
5. Bagaimana format jawaban disusun?
6. Apa teknik skala yang sebaiknya
digunakan?
B.
Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat
bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan,
silahkan sampaikan kepada kami.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, alfa dan lupa.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, alfa dan lupa.
DAFTAR
PUSTAKA
Mudrajad Kuncoro (2009), Metode
Riset untuk bisnis dan ekonomi,edisi 3 Jakarta:Erlangga
Rosady Ruslan (2008), Metode
Penelitian Public Relations dan Komunikasi, Jakarta:Rajagrafindo
Sugiyono (2012)Metode Penelitian
Bisnis, cetakan 16 Bandung:Alfabeta
[1] Kuncoro, Mudrajad, Metode Riset untuk bisnis dan ekonomi, (
Jakarta:Erlangga edisi 3, 2009) hal.169
[2] Kuncoro, ibid
[3] Ruslan,Rosady, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi,
(Jakarta:Rajagrafindo, 2008) hal 203-208
[4] Kuncoro, ibid hal 172-175
[5] Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung:Alfabeta cetakan 16
2012) hal 120-122
[6] Kuncoro, ibid hal 176-179
[7] Kuncoro, Ibid hal 180-182
No comments:
Post a Comment