Allcoins.pw

Sunday 14 February 2016

ETIKA BISNIS ISLAM

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah SWT. Berkat bimbingan serta petunjuk-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Adapun judul makalah ini adalah “Etika Bisnis Islam”. Kami menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Pembimbing dalam mata kuliah Audit Bank Syariah.
            Meskipun pembuatan makalah ini telah selesai, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami masih mengharapkan bimbingan dari Dosen Pembimbing, serta kritik dan saran dari teman – teman sekalian.







                                                                                       Padangsidimpuan,      Februari 2016


                                                                                         Penyusun




DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................................... 1
Daftar Isi......................................................................................................................................... 2
BAB I
            Pendahuluan
A.    Latar Belakang.................................................................................................................... 3
B.     Rumusan Masalah............................................................................................................... 3
C.     Tujuan.................................................................................................................................
BAB II
Pembahasan
A.        Pengertian Etika, Moral, Dan Norma............................................................................... 4
B.         Etika Dalam Persfektif barat dan Islam............................................................................ 5
C.         Pengertian Etika Bisnis, Dan Etika Bisnis Islam.............................................................. 8
D.        Aksioma Dasar Etika Bisnis Dalam Islam........................................................................ 9
E.         Dasar Hukum Bisnis Dalam Islam................................................................................................................ 14
F.          Orientasi Bisnis Dalam Islam............................................................................................................................ 15
BAB III
Penutup
A.    Kesimpulan......................................................................................................................... 17
B.     Kritik dan Saran ................................................................................................................. 18
Daftar Pustaka           
           









BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

            Bisnis dalam kehidupan ini merupakan kegiatan yang sangat penting bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan mereka. Sekarang ini bisnis banyak dilakukan dengan cara-cara yang tidak benar, tidak ada kejujuran dalam menjalani kegiatan tersebut. Banyak kecurangan yang tejadi dalam dunia bisnis dan bagian-bagian yang berkaitan dengan bisnis tersebut. Contohnya, para pengusaha-pengusaha menjual produknya dengan tipuan-tipuan iklan agar menarik pembeli, tetapi itu merupakan sebuah penipuan. Dan bukan di dunia bisnisnya saja, akan tetapi kegiatan-kegiatan yang berkaitan atau tergantung oleh bisnis, seperti para pengusaha tidak bayar pajak, tetapi dia membayar pada orang-orang dalam kantor perpajakan itu agar tidak membayar pajak.
            Oleh karena itu dalam makalah ini kita akan membahasa bisnis menurut cara pandang islam, berbisnis seperti yang diajarkan Rasulullah , berbisnis dengan kejujuran , dan keadilan di dalamnya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari etika, moral, dan norma ?
2.      Apa dasar hukum bisnis dalam Islam ?
3.      Apa saja aksioma dasar etika bisnis dalam Islam ?
4.      Bagaimana Rasulullah menerapkan etika dalam berbisnis ?
5.      Apa orientasi bisnis dalam Islam ?

C.    Perkembangan Ilmu Masa Keemasan Islam

1.      Mengetahui dan menjelaskan pengertian dari bisnis.
2.      Mengetahui dan menjelaskan dasar hukum bisnis dalam Islam.
3.      Mengetahui dan menjelaskan etika berbisnis dalam Islam.








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Etika, Moral, dan Norma
Ada persinggungan makna antara etika, moral, dan norma yang terkadang digunakan secara tumpang tindih. Untuk itu perlu ada pendefenisian moral dan norma sehingga jelas perbedaan antara ketiga hal tersebut.
1.      Pengertian Etika
Etika berasal dari Bahasa Yunani Kuno ethos. Dalam bentuk kata tunggal kata tersebut mempunyai banyak arti, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan. Dan artinya adalah adat kebiasaan dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “Etika” yang oleh filosof Yunani Besar, Aristoteles (384-322SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.[1]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etika dijelaskan dengan arti ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika juga diartikan kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Serta diartikan  nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
            Etika bagi seseorang terwujud dalam kesadaran moral yang memuat keyakinan benar dan tidak sesuatu. Perasaan yang muncul bahwa ia akan salah bila melakukan sesuatu yang diyakininya tidak benar berangkat dari perasaan self respect (menghargai diri) bila ia meninggalkannya. Tindakan yang diambil olehnya harus di pertanggungjawabkan pada diri sendiri. Begitu juga dengan sikapnya terhadap orang lain bila pekerjaan tersebut menggangu atau sebaliknya mendapat pujian.[2]
2.      Pengertian Moral[3]
Moral berasal dari kata latin ‘Mos’ yang berarti adat dan cara hidup. Mores dalam bahasa inggris adalah morality yang berarti general name, for moral judgements, standarts, and rules of conduct. Ini artinya, bahwa moralitas merupakan sebutan umum bagi keputusan moral, standar moral, dan aturan aturan berperilaku yang berangkat dari nilai nilai etika.
3.      Pengertian Norma
Norma secara etimologis bermakna bahwa norma merupakan alat ukur dan standar yang punya kekuatan yang dapat mengarahkan anggota kelompok, mengontrol, dan mengatur perilaku baiknya. Ia menjadi kaidah dan aturan sebuah pertimbangan dan penilaian.
B.     Etika Dalam Persfektif Barat dan Persfektif Islam
a.    Etika dalam Perspektif Barat[4]
Dalam sistem etika Barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas, antara lain :
1.       Teleologi
Teori yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill ini mendasarkan pada dua konsep yakni : Pertama,  konsep Utility (manfaat) yang kemudian disebut Utilitarianisme. artinya, pengambilan keputusan etika yang ada pada konsep ini dengan menggunakan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya. Dengan kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah sesuatu yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi banyak pihak. Maka, sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis ketika sesuatu itu semakin bermanfaat bagi banyak orang.
Dan kedua, teori Keadilan Distribusi (Distribitive Justice) atau keadilan yang berdasarkan pada konsep Fairness. Inti dari teori ini adalah perbuatan itu dinilai etis apabila menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa berdasarkan pada konsep Fairness. Yakni konsep yang memiliki nilai dasar keadilan.
Dalam hal ini, suatu perbuatan sangat beretika apabila berakibat pada pemerataan atau kesamaan kesejahteraan dan beban, sehingga konsep ini berfokus pada metode distribusinya. Distribusi sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya, sumbangan sosialnya dan sesuai jasanya, dengan ukuran hasil yang dapat meningkatkan kerjasama antar anggota masyarakat.
2.      Deontologi
Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan "hasil" atau "konsekuensi" seperti yang ada dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik.
Dalam teori ini terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar atau diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil, jujur, mura hati, dsb sebagai keseluruhan.
Kedua, Hukum Abadi (Eternal Law), dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis harus didasarkan pada ajaran kitab suci dan alam.
3.      Hybrid
Dalam teori ini terdapat lima teori, meliputi :
a)      Personal Libertarianism
Dikembangkan oleh Robert Nozick, dimana perbuatan etikal diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan, namun dengan keadilan atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.
b)      Ethical Egoism
Dalam teori ini, memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai dengan keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa juga berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.
c)      Existentialism
Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul Sartre. Menurutnya, standar perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah ataua benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika yang disukai karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya menjadi.
d)     Relativism
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban dari etika itu tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan perbuatan etis. Setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda setiap budaya dan negara.
e)      Teori Hak (right)
Nilai dasar yang dianut dalam teori in adalah kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan pada hak individu terhadap kebebasan memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat ditawar.
b.      Etika Dalam Perspektif Islam[5]
1.      Kesatuan (Tauhid/Unity)
     Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
     Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2.       Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
     Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
     Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
3.      Kehendak Bebas (Free Will)
     Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
     Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4.      Tanggungjawab (Responsibility)
     Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.

C.    Pengertian Etika Bisnis dan  Etika Bisnis Islam
Sebelum kita membahas mengenai etika bisnis, maka kita harus terlebih dahulu mengetahui dan memahami apa itu bisnis.
Bisnis termasuk kata yang sering digunakan orang, namun tidak semuanya memahami kata bisnis secara tepat dan proporsional. Hughes dan Kapoor seperti dikutip oleh Buchari Alma menjelaskan bahwa bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Lebih ringkas dari itu Brown dan Petrello menyebut bisnis adalah suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam pengertian yang sederhana bisnis adalah lembaga yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan orang lain.
1.      Etika Bisnis
Dari uraian diatas dapat kita defenisikan pengertian etika bisnis sebagai seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip prinsip moralitas. Dalam arti lain etika bisnis berarti seperangkat prinsip atau norma dimana para pelaku bisnis harus komit padanya dalam bertransaksi, berperilaku, dan berelasi guna mencapai daratan atau tujuan tujuan bisnisnya dengan selamat.
2.      Etika Bisnis Islam
Pemikiran etika bisnis Islam muncul ke permukaan dengan landasan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Ia merupakan kumpulan aturan-aturan ajaran dan nilai-nilai yang dapat menghantarkan manusia dalam kehidupannya menuju tujuan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat. Etika bisnis Islam tak jauh berbeda dengan pengejawantahan hukum dalam fiqih muamalah. Dengan kondisi demikian maka pengembangan etika bisnis Islam yang mengedepankan etika sebagai landasan filosofisnya merupakan agenda yang signifikan untuk dikembangkan.
D.    Aksioma Dasar Etika Bisnis Dalam Islam
Secara detil, terdapat beberapa konsep kunci yang membentuk sistem etika Islam, diantaranya yaitu keesaan, keseimbangan, kehendak bebas, tanggung jawab, dan kebajikan.
1.        Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
Penerapannya dalam etika bisnis  diantaranya yaitu : pertama,  seorang pengusaha muslim tidak akan menimbun kekayaan dengan penuh keserakahan. Konsep kepercayaan dan amanah memiliki makna yang sangat penting baginya karena ia sadar bahwa semua harta dunia bersifat sementara, dan harus dipergunakan sebaik mungkin. Tindakan kaum muslimin tidak semata-mata merujuk kepada keuntungan, dan tidak mencari kekayaan dengan cara apapun. Ia menyadari bahwa : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan di dunia, namun amalan-amalan yang kekal dan shaleh adalah lebih baik pahalanya di mata Allah Swt dan tidak baik sebagai landasan harapan-harapan”. Kedua, Seorang pengusaha muslim tidak akan bisa dipaksa (disuap) oleh siapapun untuk berbuat tidak etis, karena ia hanya takut dan cinta kepada Allah Swt. Ia selalu mengikuti alur perilaku yang sama  dimanapun ia berada apakah itu di masjid, di dunia kerja  atau aspek apapun dalam kehidupannya, dan ia selalu merasa bahagia. Ketiga, pengusaha tersebut tidak akan berbuat diskriminatif terhadap pekerja, pemasok, pembeli, atau para pemegang saham perusahaaan tersebut atas dasar ras, agama, kulit dan lain sebagainya.


2.        Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Prinsip keseimbangan atau kesetaraan berlaku baik secara harfiah maupun kias dalam dunia bisnis. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
وَأَوْفُوا۟ ٱلْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا۟ بِٱلْقِسْطَاسِ ٱلْمُسْتَقِيمِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا                     
 “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(Q.S. al-Isra’: 35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah : 8 yang artinya : “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa”.

3.        Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Berdasarkan konsep kehendak bebas, manusia memilki kebebasan untuk membuat kontrak dan menepatinya ataupun mengingkarinya. Seorang muslim, yang telah menyerahkan hidupnya pada kehendak Allah Swt, akan menepati semua kontrak yang telah dibuatnya. Berdasarkan firman-Nya ;”Hai orang –orang beriman! Penuhilah semua perjanjian itu”. Dalam ayat tersebut, Allah Swt memerintahkan kepada kaum muslimin untuk memenuhi akad yang telah disepakati. Juga kewajiban bisnis kita kontrak formal mengenai tugas-tugas tertentu yang harus dilakukan ataupun kontrak tak tertulis mengenai perlakuan layak yang harus diberikan kepada para pekerja .kaum muslimin  harus mengekang kehendak bebasnya untuk bertindak berdasarkan aturan-aturan moral seperti yang telah digariskan Allah ..
4.        Tanggung jawab (Responsibility)
Jika seorang pengusaha muslim berperilaku secara tidak etis, ia tidak dapat menyalahkan tindakannya pada persoalan tekanan bisnis ataupun pada kenyataan bahwa setiap orang juga berperilaku tidak etis. Ia harus bertanggung jawab atas tindakan yang ia lakukan. Allah Swt berfirman :”Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. Semua kewajiban harus dihargai kecuali jika secara moral ia salah. Semua perusahaan harus bersikap pro aktif berkaitan dengan persoalan tanggung jawab sosial. Mereka dituntut tampil sebagai pakar-pakar strategi kepercayaan dalam mengembangkan sejumlah piranti keuangan untuk meningkatkan perekonomian umat.
5.        Kebenaran : kebajikan dan kejujuran (Benevolence)
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
Penerapan konsep kebajikan dalam etika bisnisterdapat lima bentuk kebajikan : pertama, jika seseorang membutuhkan sesuatu, maka orang lain harus memberikannya dengan mengambil keuntungan yang sedikit mungkin, jika sang pemberi melupakan keuntungannya, maka hal tersebut akan lebih baik baginya. Kedua, jika seseorang membeli sesuatu dari orang miskin, akan lebih baik baginya untuk kehilangan sedikit uang dengan membayarnya lebih dari harga yang sebenarnya. Tindakan seperti ini akan memberikan akibat yang mulia. Bukan suatu hal yang patut dipuji untuk membayar orang kaya lebih dari apa yang seharusnya diterima manakala ia dikenal sebagai orang yang suka mencari keuntungan yang tinggi. Ketiga, dalam mengabulkan hak pembayaran dan pinjaman, seorang pebisnis Islam harus bertindak secara bijaksana dengan memberi waktu yang lebih banyak kepada sang peminjam untuk membayar hutangnya dan jika diperlukan, seseorang harus membuat pengurangan pinjaman untuk meringankan beban sang peminjam. Keempat, ketika pebisnis menjual barang secara kredit kepada seseorang, ia harus cukup bermurah hati, tidak memaksa membayar dalam waktu yang telah ditetapkan. Kelima, barang atau uang yang dipinjam harus dikembalikan tanpa diminta.
Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah:
1.    Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini, beliau bersabda:“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
2.    Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
3.    Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Zar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim). Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.
4.    Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad Saw  mengatakan, “Allah merahmati seseorang yang ramah  dan toleran  dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
5.    Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsy (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).
6.    Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
7.    Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
8.    Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. 83: 112).
9.    Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”.
10.    Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
11.    Tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.
12.    Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.
13.    Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung” (H.R. Jabir).
14.    Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29).
15.    Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).
16.    Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
17.    Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan(QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.

E.     Dasar Hukum Bisnis Dalam Islam

                Dasar – dasar hukum bisnis dalam Islam terdapat di Al-Qur’an antara lain:
1.      Surat An-Nisa’ : 29
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
2.      At-Taubah : 24
Artinya : “Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”

3.      An-Nur : 37
Artinya: “laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.”

F.     Orientasi Bisnis Dalam Islam

                Bisnis dalam Islam bertujuan unutk mencapai empat hal utama yaitu antara lain (1) target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, (2) pertumbuhan, (3) keberlangsungan, (4) keberkahan. :
            Target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, artinya bahwa bisnis tidak hanya untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai materi) setinggi-tingginya, tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri kepada internal organisasi perusahaan dan eksternal (lingkungan), seperti terciptanya suasana persaudaraan, kepedulian sosial dan sebagainya.
            Benefit, yang dimaksudkan tidaklah semata memberikan manfaat kebendaan, tetapi juga dapat bersifat nonmateri. Islam memandang bahwa tujuan suatu amal perbuatan tidak hanya berorientasi pada qimah madiyah. Masih ada tiga orientasi lainnya, yakni qimah insaniyah, qimah khuluqiyah, dan qimah ruhiyah. Dengan qimah insaniyah, berarti pengelola berusaha memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui kesempatan kerja, bantuan sosial (sedekah), dan bantuan lainnya. Qimah khuluqiyah, mengandung pengertian bahwa nilai-nilai akhlak mulian menjadi suatu kemestian yang harus muncul dalam setiap aktivitas bisnis sehingga tercipta hubungan persaudaraan yang Islami, bukan sekedar hubungan fungsional atau profesional. Sementara itu qimah
ruhiyah berarti aktivitas dijadikan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
            Pertumbuhan, jika profit materi dan profit non materi telah diraih, perusahaan harus berupaya menjaga pertumbuhan agar selalu meningkat. Upaya peningkatan ini juga harus selalu dalam koridor syariah, bukan menghalalkan segala cara.
            Keberlangsungan, target yang telah dicapai dengan pertumbuhan setiap tahunnya harus dijaga keberlangsungannya agar perusahaan dapat exis dalam kurun waktu yang lama.
            Keberkahan, semua tujuan yang telah tercapai tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada keberkahan di dalamnya. Maka bisnis Islam menempatkan berkah sebagai tujuan inti, karena ia merupakan bentuk dari diterimanya segala aktivitas manusia. Keberkahan ini menjadi bukti bahwa bisnis yang dilakukan oleh pengusaha muslim telah mendapat ridla dari Allah Swt., dan bernilai ibadah.[6]


















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien.
            Dasar – dasar hukum bisnis dalam Islam terdapat di Al-Qur’an antara lain: dalam surat An-Nisa’ : 29,  At-Taubah : 24, An-Nur : 37, dan lain-lain.
            Adapun etika dalam  bisnis Islam antara lain:
1.      Kesatuan (Tauhid/Unity)
2.      Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
3.      Kehendak Bebas (Free Will)
4.      Tanggungjawab (Responsibility)
5.      Kebenaran; Kebajikan dan Kejujuran
            Panduan Rasulullah SAW. dalam etika berbisnis antara lain prinsip dalam bisnis adalah kejujuran, kesadaran tentang kegiatan bisnis, tidak melakukan sumpah palsu, ramah-tamah, tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, tidak melakukan ihtikar, ukuran dan timbangan yang benar, bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah, membayar upah sebelum kering keringat karyawan, tidak monopoli, tidak boleh melakukan bisnis yang dapat merugikan dan merusak, barang yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bisnis dilakukan dengan sukarela, menyegerakan melunasi kredit, memberi tenggang waktu kepada pengutang, dan bisnis dilaksanakan dengan cara yang bersih dari unsur riba.
            Bisnis dalam Islam bertujuan unutk mencapai empat hal utama yaitu antara lain (1) target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, (2) pertumbuhan, (3) keberlangsungan, (4) keberkahan.
B.     Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami. Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, alfa dan lupa.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu para pembaca disarankan untuk membaca tentang merncang dan mengelola saluran pemasaran teritegrasi pada referensi – referensi lainnya, agar pengetahuan pembaca makin semakin banyak sehingga memperluas khazanah keilmuan kita bersama.


















DAFTAR PUSTAKA
Nur Ahmad Fadhil dan Azhari Akmal, 2001, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta: Hijri Pustaka Utama
Faisal badroen dkk, 2006, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta:Kencana
Ashari Akmal Tarigan, 2006, Ekonomi dan Bank Syariah, Medan:IAIN Press
Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami,





[1] Nur Ahmad Fadhil dan Azhari Akmal, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2001), hal. 27
[2] Faisal badroen dkk, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta:Kencana, 2006) , hal.6
[3] Faisal badroen dkk, ibid
[4] Faisal badroen dkk, ibid hal 27-35
[5] Ashari Akmal Tarigan, Ekonomi dan Bank Syariah, (Medan:IAIN Press,2002) hal.190
[6]Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, h. 18-20.

No comments:

Post a Comment

contact form

Name

Email *

Message *